Minggu, 30 September 2012

FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN FISIKA


Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan Fisika
Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu (Pengampu: Dr. Marsigit)




Camalina Sugiyarti
12708251078
Pendidikan Sains
Kelas D




Pendidikan Sains
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
2012




BAB I
PENDAHULUAN

  1. Pengertian Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak.

  1. Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato.

  1. Perkembangan Aliran Filsafat
Aliran filsafat bisa dianalogikan dengan suatu aliran beberapa sungai yang kemudian bermuara ke laut yang luas dan dalam. Aliran sungai yang pertama adalah aliran Parmenides, pemikiran filsafatnya berpendapat bahwa segala sesuatu “yang ada” tidak berubah. Pemikiran ini selanjutnya mempengaruhi pemikiran Plato, merupakan murid Socrates. Menurut Plato idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea, sehingga alirannya sering disebut idealis.Idealis mempengaruhi pemikiran Rene Dekartes, pemikirannya membuat sebuah revolusi filsafat di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir (rasionalisme/ analitik apriori).
Aliran sungai yang kedua adalah aliran Herakleitos, menurutnya tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap. Pemikirannya mempengaruhi Aristoteles, murid Plato. Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis), dikenal sebagai paham realis. Selanjutnya pemikiran ini mempengaruhi David Hume, paham yang dianutnya adalah empiris (sintesis aposteiri).
Di zaman modern filsuf bernama Immanuel Kant, menggabungkan dua aliran tersebut, alirannya dikenal “sintetik apriori”. Sintetik adalah pengalaman, dan apriori adlah ilmu. Ilmu hambar tanpa pengetahuan, begitu juga sebaliknya. Pada perkembangan berikutnya pos modern, semakin banyak paham-paham yang muncul, dan dianut oleh para filsuf. Dan di zaman pos pos modern, filsuf yang cukup berpengaruh adalah August Comte. Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Dari sinilah mulai muncul ilmu-ilmu bidang dan berbagai paham, seperti psikologi, sosiologi, sains, validisme, absolutism, konstruktivisme, dan lainnya. Saat ini adalah zaman power now (kotemporer) yang dikenal sebagai filsafat analitik atau bahasa.
























BAB II  
Filsafat Konstruktivisme Pendidikan Fisika

Filsafat konstruktivisme, dewasa ini, mempunyai pengaruh yang besar dalam dunia pendidikan. Dengan berlandaskan pada teori ini, model pembelajaran sangat berbeda dengan model pembelajaran klasik. Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan  bagaimana pengetahuan itu terjadi. Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) bagi yang menekuninya.
Pengetahuan adalah proses menjadi lebih tahu, lebih lengkap dan lebih sempurna. Misalnya pengetahuan tentang listrik. Di SD dikenalkan bahwa lampu menyala karena ada arus yang mengalir. Di SMP dikenalkan berbagai rangkaian listrik, di SMA diperdalam lagi sampai rangkaian yang lebih kompleks dan selanjutnya terus diperdalam di perguruan tinggi.
Secara prinsipal, para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dipindahkan.

A.    Konstruktivisme Psikologis Personal (Piaget)
Konstruktivisme psikologis diawali oleh Piaget yang meneliti bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Seorang anak  mula-mula membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana si individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Pendekatan Piaget ini bersifat personal dan individual.
Dalam kasus belajar fisika, seorang anak diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Tekanannya adalah siswa hanya dapat mengerti fisika bila ia sendiri belajar dan dengan demikian membangun pengetahuannya sendiri.
B.     Sosiokulturalisme (Vygotsky)
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain terlebih yang memiliki pengetahuan lebih baik  maupun lingkungan yang telah berkembang dengan baik. Misalnya seorang yang belajar fisika dipertemukan dengan ahli fisika yang dapat bercerita tentang pengalaman, pemikiran maupun penemuan-penemuannya. Dalam keterlibatan ini siswa tertantang untuk mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para ahli.
Menurut sosiokulturalisme, kegiatan seseorang dalam memahami sesuatu dipengaruhi oleh partisipasinya dalam praktek-praktek sosial dan kultural yang ada, seperti masyarakat, sekolah, teman dan lain-lain. Misalnya keadaan masyarakat yang mendukung pendidikan dapat membantu anak-anak berkembang lebih baik. Belajar berkelompok dapat membuat semakin yakin dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka dapat saling mengoreksi maupun melengkapi gagasan atau pendapat teman.
Konstruktivisme bersifat kontektual.  Jika konteksnya berbeda, maka siswa memahami konsepnya secara berbeda juga. Misalnya, seseorang anak menemukan bahwa titik didih air pada tekanan udara tinggi akan berbeda  ketika tekanan udaranya rendah.

C.    Dampak Konstruktivisme Bagi Siswa yang Belajar
Belajar adalah proses yang aktif. Siswa sendiri yang membentuk pengetahuannya. Dalam proses belajar ini, siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide yang baru dengan kerangka berpikir yang mereka miliki. Siswa sendiri yang bertanggung jawab terhadap hasil belajar mereka. Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta. Di dalamnya dipenuhi dengan proses berpikir, dari membuat hipotesa, memecahkan persoalan, berefleksi dan seterusnya sampai terbentuk pengetahuan yang baru.
Dalam mempelajari suatu konsep, misalnya gerak dalam fisika, siswa sudah membawa konsep-konsep fisika sebelum mengikuti pelajaran formal di sekolah.  Konsep-konsep yang mereka bawa sering tidak tepat dan tidak sesuai. Itulah yang disebut  miskonsepsi.  Pengertian awal inilah yang perlu dikembangkan dan diluruskan dalam belajar di sekolah. Oleh karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, maka belajar kelompok dapat dibentuk untuk mematangkan konstruksinya. Bagi siswa yang mempunyai gagasan salah, mereka dapat mengubahnya. Sedangkan bagi siswa yang mempunyai gagasan benar, dapat menjadi lebih yakin  dengan pengetahuannya.

D.    Dampak Konstruksivisme Bagi Guru Fisika
 Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari otak guru ke otak siswa. Mengajar lebih merupakan proses membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Peran guru bukan mentransfer ilmu, melainkan sebagai mediator atau fasilitator yang membantu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan efektif.
Pendekatan mengajar konstruktivis dapat diungkapkan dalam beberapa sikap dan praktik sebagai berikut:
1.      Sebelum guru mengajar
a.    Guru menyiapkan bahan yang mau diajarkan dengan seksama.
b.   Guru mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan .
c.    Guru mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar.
d.   Guru sebaiknya mendalami keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa.
e.    Guru perlu mempelajari pengetahuan awal siswa.

2.      Selama proses pembelajaran
a.       Siswa dibantu aktif belajar dan menekuni bahan.
b.      Siswa dipacu bertanya.
c.       Guru menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka.
d.      Pikiran dan gagasan siswa diikuti.
e.       Guru perlu menggunakan bervariasi metode pembelajaran.
f.       Siswa diajak melakukan kunjungan ke tempat pengembangan IPA seperti museum sains, laboratorium  tenaga atom, dan lain-lain.
g.      Guru perlu mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas terlebih untuk topik yang sulit sehingga siswa lebih mengerti.
h.      Siswa yang berpendapat salah atau lain tidak dicerca, sebaliknya pendapat mereka diperhatikan.
i.        Jawaban alternatif dari siswa diterima atau dibahas.
j.        Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif.
k.      Pikiran siswa yang tidak tepat ditantang dengan menyediakan  data anomali yang berlawanan dengan gagasan siswa.
l.        Siswa diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka, tanpa harus dikejar-kejar waktu.
m.    Siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya sehingga guru mengerti apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak.
n.      iswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dan caranya sendiri dalam belajar dan menemukan sesuatu.
o.      Guru perlu mengadakan evaluasi yang terus menerus dan menyertakan proses belajar dalam evaluasi itu.

3.   Sesudah proses pembelajaran
a.       Guru memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya serta mengoreksinya.
b.      Guru perlu sering memberikan tugas lain untuk pendalaman materi.
c.       Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hapalan.

4.       Sikap yang perlu dipunyai guru
a.    Siswa dianggap  sebagai subyek yang sudah tahu sesuatu.
b.   Model kelas : siswa aktif, guru sebagai fasilitator.
c.    Bila ditanya siswa dan tidak dapat menjawab, guru tidak usah marah dan mencerca siswa. Lebih baik mengakuinya dan mencoba mencari bersama.
d.   Menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi.
e.    Guru dan siswa saling belajar.
f.    Dalam mengajar yang penting bukan bahan selesai, tetapi siswa belajar untuk belajar sendiri.
g.   Guru perlu memberikan ruang untuk boleh salah bagi siswanya.
h.   Hubungan guru-siswa dialogal, saling dialog, dan kerja sama dalam mendalami pengetahuan.
i.     Guru mengembangkan pengetahuan yang luas dan mendalam.
j.     Guru mengerti konteks bahan yang mau diajarkan dehingga dapat menjelaskan secara kontekstual.






















BAB III  
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Filsafat merupakan upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka. Aliran filsafat berkembang dimulai dari munculnya filsafat, zaman yunani kuno, hingga sekarang zaman power now. Tokoh-tokoh filsuf di setiap zaman mempengaruhi filsuf di zaman selanjutnya. Pemikiran para filsuf tersebut melahirkan pemikiran-pemikiran, paham, dan ilmu-ilmu bidang.
Salah satu paham yang muncul pada zaman pos pos modern adalah konstrutivisme. Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan  bagaimana pengetahuan itu terjadi. Pengetahuan bukan ditransfer begitu saja dari guru ke siswa, tetapi dikonstruk sendiri oleh siswa. Peran guru adalah menciptakan kondisi agar proses konstruksi pengetahuan siswanya berjalan dengan baik (fasilitator).

B.     Saran
Masih banyak kekurangan dari penulisan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini sangat dibutuhkan penulis.









Daftar Pustaka

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :Kanisius.
___________. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta : Sanata Darma.
Marsigit. (2011). Elegi Pengembaraan Orang Tua Berambut Putih. Diakses  dari http://powermathematics.blogspot.com. pada tanggal 27 September 2012, Jam 22.15 WIB.
Filsafat. Diakses  dari http://wikipedia.com. pada tanggal 27 September 2012, Jam 21.45 WIB.








Senin, 24 September 2012

Pengaruh Posisi Kentongan terhadap Frekuensi


Pengaruh Posisi Memukul  Kentongan terhadap Frekuensi   yang Dihasilkan
Camalina Sugiyarti (12708251078)
Prodi Psn konsentrasi Fisika
Program Pascasarjana UNY
2012

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah posisi memukul  kentongan berpengaruh terhadap frekuensi yang dihasilkan.  
Metode penelitian yang digunakan adalah research . Kentongan dibagi menjadi enam bagian dari ujung bawah hingga ujung atas dengan pembagian luas daerah yang sama. Pertama memukul kentongan pada bagian pertama, yaitu bagian paling bawah, lalu direkam dan dianalisis. Perekaman menggunakan software Adobe Audition 3.0.  dan analisis terhadap spektrum frekuensi menggunakan software Sound Forge Pro 10.0. Perlakuan ini dilakukan untuk semua bagian, yaitu bagian pertama hingga bagian keenam. Kemudian hasil analisis spektrum frekuensi dari keenam bagian tersebut dibandingkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap bagian  mempunyai karakteristik frekuensi yang sama. 
Kata kunci: kentongan, frekuensi

Pendahuluan
Kentongan adalah alat komunikasi yang telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia. Umumnya berbentuk tabung dengan sebuah lubang di tengahnya dan disertai dengan pemukul.  Bila kentongan dipukul dengan tongkat pemukul, udara di dalamnya beresonansi, sehingga memperkuat suara.
Awalnya kentongan digunakan sebagai alat pendamping ronda, sebagai tanda pabila ada maling atau bencana alam (banjir, tanah longsor,  gempa, dll). Saat ini kegunaan kentongan semakin bervariatif, kentongan digunakan untuk pemanggil  agar  masyarakat  berkumpul di suatu tempat untuk tujuan tertentu. Petani menggunakan kentongan untuk mengusir hewan yang merusak tanamannya. Selain itu suara kentongan yang khas membuat kentongan dikenal sebagai  salah satu alat musik tradisional.
Suatu alat musik memiliki tingkatan nada (frekuensi harmonis), misal nada dasar, nada dasar pertama, kedua, ketiga , dan seterusnya. Setiap nada akan menghasilkan frekuensi  yang berbeda. Maka pada penelitian ini akan diselidiki apakah kentongan memiliki nada. Selama ini orang memukul kentongan hanya pada satu bagian tertentu saja (umumnya bagian tengah) dan diulang-ulang.
Kajian mengenai kentongan belum banyak dilakukan. Selama ini masyarakat Indonesia hanya membuat dan menggunakan kentongan untuk tujuan tertentu, namun belum sampai tahap penelitian mengenai kentongan itu sendiri. 

Metode Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui apakah posisi memukul  kentongan berpengaruh terhadap frekuensi  yang dihasilkan (apakah kentongan mempunyai tingkatan nada) ini merupakan penelitian research.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah posisi pemukulan kentongan, yaitu dari ujung bawah hingga ujung atas. Variabel terikatnya frekuensi bunyi . Jenis kentongan, panjang daerah pukulan yaitu 4,3 cm, dan  kekuatan pukulan sebagai variabel kontrol.  Kekuatan pukulan dikontrol dengan cara menggunakan ayunan bola pejal. 
Langkah percobaan adalah sebagai berikut:
  1. Membuat kentongan dari bambu wulung.
  2. Membagi kentongan menjadi 6 bagian sama besar arah vertikal dari ujung bawah hingga ujung atas kentongan.
  3. Memukul kentongan dari ujung dari ujung bawah hingga ujung atas dengan ayunan bola pejal (sudut 300 dan panjang tali 15 cm) dan merekamnya menggunakan laptop yang telah dilengkapi  software Adobe Audition 3.0.
  4. Menganalisis spektrum frekuensi menggunakan software Sound Forge Pro 10.0.
Perangkat lunak Sound Forge Pro 10.0 menampilkan sinyal dalam bentuk grafik amplitudo sebagai fungsi waktu. Sedangkan untuk memperoleh dalam bentuk grafik amplitudo sebagai fungsi frekuensi dilakukan dengan mengaktifkan menu spectrum analysis. Menu bekerja berdasarkan transformasi Fourier cepat (Fast Fourier Transform, FFT).  Rentang frekuensi yang ditampilkan adalah frekuensi audio sebesar 20 – 20.000 Hz.




Hasil dan Pembahasan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop beserta disertai software, kentongan, busur, bola pejal dan tali. Seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1. Bola pejal(pemukul), busur, dan laptop disertai software dan microphone

Daerah pukulan pertama
 
Daerah pukulan  kedua
 
Daerah pukulan  ketiga
 
Daerah pukulan  keempat
 
Daerah pukulan  kelima
 
 Daerah pukulan  keenam
 
Gambar 2. Kentongan dengan pembagaian posisi pukulan

Gambar  3 berikut menunjukkan  spektrum warna bunyi kentongan . Spektrum tersebut adalah spektrum getaran  sebagai fungsi waktu dari keenam pukulan kentongan ( ujung bawah hingga atas /dari kiri ke kanan).


Pukulan bagian pertama     kedua          ketiga           keempat          kelima                 keenam
Gambar 3. spektrum getaran  sebagai fungsi waktu

Apabila spektrum tersebut diperbesar dengan memperhatikan waktu yang lebih pendek akan terlihat spektrum yang ditunjukkan pada Gambar 4a  dan Gambar 4b spektrum getaran  sebagai fungsi frekuensi hasil transformasi Fourier pada posisi pukulan di daerah pertama.
Gambar 4a. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi waktu  pada posisi pukulan pertama

Gambar 4b. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi frekuensi  pada posisi pukulan pertama

Dari grafik diatas terlihat bahwa frekuensi puncak pada posisi pukulan pertama sebesar 792  Hz dengan intensitas -68 dB.
Gambar 5a menunjukkan perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi waktu dan Gambar 5b spektrum getaran  sebagai fungsi frekuensi hasil transformasi Fourier pada posisi pukulan di daerah kedua.
Gambar 5a. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi waktu  pada posisi pukulan kedua

Gambar 5b. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi frekuensi  pada posisi pukulan kedua

Dari grafik diatas terlihat bahwa frekuensi puncak pada posisi pukulan kedua sebesar 792  Hz dengan intensitas -69 dB.
Gambar 6a menunjukkan perbesaran spektrum getaran  sebagai fungsi waktu dan Gambar 6b spektrum getaran  sebagai fungsi frekuensi hasil transformasi Fourier pada posisi pukulan di daerah ketiga.

Gambar 6a. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi waktu  pada posisi pukulan ketiga

Gambar 6b. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi frekuensi  pada posisi pukulan ketiga

Dari grafik diatas terlihat bahwa frekuensi puncak pada posisi pukulan ketiga sebesar 792  Hz dengan intensitas -65 dB.

Gambar 7a menunjukkan perbesaran spectrum getaran sebagai fungsi waktu  dan Gambar 7b spektrum getaran  sebagai fungsi frekuensi hasil transformasi Fourier pada posisi pukulan di daerah keempat.
Gambar 7a. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi waktu  pada posisi pukulan keempat

Gambar 7b. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi frekuensi  pada posisi pukulan keempat

Dari grafik diatas terlihat bahwa frekuensi puncak pada posisi pukulan keempat sebesar 792  Hz dengan intensitas -61 dB.

Gambar 8a menunjukkan perbesaran spektrum getaran  sebagai fungsi waktu dan Gambar 8b spektrum getaran  sebagai fungsi frekuensi hasil transformasi Fourier pada posisi pukulan di daerah kelima.
Gambar 8a. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi waktu  pada posisi pukulan kelima

Gambar 8b. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi frekuensi  pada posisi pukulan kelima

Dari grafik diatas terlihat bahwa frekuensi puncak pada posisi pukulan kelima sebesar 792  Hz dengan intensitas -65 dB.

Dan Gambar 9a menunjukkan perbesaran spektrum getaran  sebagai fungsi waktu dan Gambar 9b spektrum getaran  sebagai fungsi frekuensi hasil transformasi Fourier pada posisi pukulan di daerah keenam.


Gambar 9a. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi waktu  pada posisi pukulan keenam

Gambar 9b. perbesaran spektrum getaran sebagai fungsi frekuensi  pada posisi pukulan keenam

Grafik menunjukkan frekuensi puncak atau frekuensi prominent pada posisi pukulan keenam sebesar 792  Hz dengan intensitas -63 dB.
Hasil analisis frekuensi menunjukkan bahwa posisi memukul kentongan di bagian bawah maupun di atas kentongan selama pukulan tersebut masih di daerah kolom udara mempunyai frekuensi prominent yang sama. Frekuensi puncak pada daerah pukulan pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, dan keenam terletak pada 792 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa kentongan tidak mempunyai frekuensi harmonis. Kentongan yang merupakan alat musik tradisional mempunyai karakteristik yang berbeda tidak seperti alat music lainnya yang pada umumnya mempunyai frekuensi harmonis. Meskipun begitu namun jika beberapa kentongan di pukul bersama-sama dengan irama pukulan tertentu atau sering disebut “kothekan” akan menghasilkan bunyi yang bagus.

Kesimpulan
Posisi memukul kentongan tidak berpengaruh terhadap frekuensi yang dihasilkan. 


Daftar Pustaka
Heru Kuswanto, dkk.(2010).Pengembangan Electrone Tone Gamelan “Guntur Madu”. Yogyakarta:FMIPA UNY.
­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­__________________.(2011).Kajian Spektrum Warna Bunyi Saron Ricik. Yogyakarta:
FMIPA UNY.
Heru Kuswanto.(2011).Comparison Study of Saron Ricik Instrument’s Sound Color (Timbre) on Gamelan Nagawilaga and Guntur Madu From Karaton Yogyakarta. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol: 11 No: 04.
Sumiyati.(2011).Makna Lambang dan Simbol Kentongan dalam Masyarakat Indonesia. Diakses  dari http://sumiyati.blogspot.com.  pada tanggal 13 September 2012, Jam 21.15 WIB.